Advertisement
Belasan Kekerasan Anak Terjadi di Solo, 3 Kasus Termasuk Eksploitasi Seksual
Advertisement
Harianjogja.com, SOLO—Yayasan Kepedulian untuk Anak atau Yayasan Kakak mengungkap adanya 17 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditanganinya di 2024. Dari 17 kasus tersebut, tiga kasus sudah masuk ranah eksploitasi seksual dengan motif ekonomi.
Pendamping Hukum Yayasan Kakak, Intan Hadiah Rastiti, mengatakan temuan 17 belas kasus itu terhitung sejak Januari 2024 hingga Juli 2024. Masih ada kemungkinan temuan baru. Sedangkan pada 2023 lalu, Yayasan Kakak mendampingi 59 kasus.
Advertisement
BACA JUGA : Aduan ke Satgas PPKS UGM Meningkat, 40 Persen Kasus Bukan dari Lingkungan Kampus
Intan mengatakan temuan kasus tersebut cukup tinggi. Terlebih 17 kasus kekerasan seksual tersebut hanya yang didampingi Yayasan Kakak. Sementara itu banyak NGO lain yang juga melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual terhadap anak di Kota Solo.
“Yayasan Kakak hanya sebagian kecil melakukan pendampingan, ada dari teman-teman di Dinas Sosial yang pasti tidak masuk di kami. Kalau sudah didampingi oleh yang lain, kami tidak lakukan,” katanya dilansir JIBI/Solopos di SMPN 18 Solo, Selasa (23/7/2024).
Intan mengatakan korban yang dia dampingi merupakan anak usia sekolah. Korban ada yang masih duduk di bangku SD sampai SMA. Mayoritas kasus yang ditangani terjadi di lingkungan rumah.
Dia mengatakan bentuk kasus yang ditangani beragam, dari mulai kekerasan seksual secara verbal, sampai yang paling berat adalah eksploitasi seksual dengan motif ekonomi.
“Bentuknya kekerasan seksual. Yang tiga kasus itu sudah eksploitasi seksual, sisanya itu memang kekerasan seksual yang masih verbal, yang memang belum dilaporkan ke polisi,” kata dia.
Intan mengatakan bentuk kekerasan seksual secara verbal biasanya terjadi di sekolah. Dia mengatakan meski tidak sampai ke ranah hukum, pihaknya tetap mendampingi korban. Termasuk memberikan edukasi ke sekolah.
Pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Kakak beragam tergantung jenis kasus. Intan mengatakan kasus-kasus berat memerlukan pendampingan hukum. Ada juga kasus yang hanya perlu pendampingan secara psikologi.
“Dari awal laporan kasus masuk, kami lihat assessment awalnya. Kalau sekiranya korban butuh pendampingan psikis, kami dampingi dulu secara psikologis baru kami hantarkan ke proses hukum. Nanti kami juga tetap mendampingi sampai proses hukum selesai,” kata dia.
BACA JUGA : Dituding Lakukan Kekerasan Seksual kepada 10 Anak, Guru Mengaji Diusir dari Kampung
Guna memaksimalkan penanganan kekerasan usia sekolah perlu memberdayakan anak agar mau menyuarakan. Intan menekankan anak harus diajarkan menjadi pelopor dan pelapor (2P).
“Tidak harus di sekolah, tapi di lingkungan sekitar rumah juga bisa menjadi 2P. Misalnya kamu melihat kekerasan kamuspeak up, ketika kamu mendapat kekerasan juga harus beranispeak up,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Jadwal Layanan SIM Keliling Gunungkidul Rabu 30 Oktober 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement