Advertisement

Kerabat Kraton Ungkap 2 Kesalahan Pemkot Terkait Penamaan dan Penetapan Hari Jadi Kota Solo

Dhima Wahyu Sejati
Minggu, 18 Februari 2024 - 06:47 WIB
Sunartono
Kerabat Kraton Ungkap 2 Kesalahan Pemkot Terkait Penamaan dan Penetapan Hari Jadi Kota Solo Ilustrasi Kraton Solo. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, SURAKARTA—Setiap tanggal 17 Februari Pemerintah Kota Solo merayakan hari jadi kota yang merujuk pada peristiwa Boyong Kedaton atau perpindahan Keraton Solo dari Kartasura ke sebuah desa bernama Sala atau Solo. Namun terdapat dua kesalahan sejarah terkait hari jadi Kota Solo yakni penamaan dan penetapan tanggal.

Hal itu diungkapkan oleh sejarawan yang juga kerabat Kraton Solo, RM Riyo Panji Restu Budi Setiawan, kepada JIBI.Solopos, Sabtu (17/2/2024). Menurut Kepala Pasinaon Tata Busana Keraton itu, penggunaan atau penyebutan nama sangat penting lantaran Surakarta dan Sala memiliki sejarah yang berbeda.

Advertisement

“Satu hal yang menjadi sorotan itu kan mengapa pemerintah Kota Surakarta ini tidak membuat nama hari jadi Kota Surakarta, mengapa kok yang diambil Kota Solo. padahal kalau kita melihat sejarah, dua nama itu berbeda dan memiliki sejarah masing-masing,” kata dia.

BACA JUGA : Tol Jogja Solo: Konstruksi di 2 Bidang Tanah SG Belum Bisa Digarap meski Sudah Dapat Palilah Kraton

Dia menjelaskan Kota Solo lebih tepat merujuk pada nama Desa Sala yang keberadaannya tentu saja jauh lebih tua dari pada Surakarta. Artinya Desa Sala sudah ada bahkan sebelum peristiwa Boyong Kedaton pada 17 Sura 1670 dalam kalender Jawa. Hal itu juga tertuang dalam Serat Sri Radya Laksana dan Serat Babad Giyanti jilid pertama.

“Jadi semenjak Boyong Kedaton dari Kartasura ke Sala itu sudah memproklamirkan Dhusun Sala sun elih nama nagari, Surakarta Diningrat [Desa Sala mulai saat ini namanya saya ganti dengan nama negara yang baru yakni Surakarta Hadiningrat],” kata dia.

Berikut kutipan serat Babad Giyanti yang ditulis oleh pujangga Keraton Solo, Kyai Ngabehi Yosodipuro:

Nata lenggah ing Bangsal Pengrawit,
Para upsir kalawan kumendhan,
Samya ngadeg neng kanane,
Bangsal lenggahan prabu,
Pra prajurit banjeng baris,
Kumpeni miwah Jawa,
Aneng alun-alun,
Sri Narendra lon ngandika,
Dhusun Sala sun elih nama nagari,
Surakarta Diningrat.

Terjemahan:

Raja (Pakubuwana II) duduk di bangsal Pengrawit,
Para opsir dan pemempin,
Bediri di sisi kanannya,
Bangsal tempat duduk raja,
Pra prajurit berbaris,
Rakyat Jawa dan belanda bercampur menyaksikan di alun-alun,
Sang raja bersabda pelan,
Desa Sala mulai saat ini namanya saya ganti dengan nama negara yang baru yakni Surakarta Hadiningrat.

“Jadi sejak peristiwa Boyong Kedaton itu, Dhusun Sala sun elih nama nagari, Surakarta Diningrat. Nah dari temuan ini, menjadi satu hal yang perlu diluruskan, kalau 279 yang lalu itu bukan Kota Solo tapi Surakarta,” kata Restu.

Memang penyebutan nama Kota Solo ini masih sangat lazim di masyarakat. Menurutnya, karena memang tradisi orang Jawa itu selalu menghormati satu tempat dengan mengingat nama awalnya.

“Jadi meskipun nama itu diganti, secara ingatan orang Jawa itu masih menghormati untuk diabadikan sebagai sebuah kenangan. Namun nama administrasinya sudah berganti secara resmi menjadi Surakarta,” kata dia.

Penanggalan yang Keliru

Kesalahan lain yang perlu diluruskan adalah penetapan hari jadi Kota Surakarta yakni 17 Februari. Menurutnya penanggalan itu keliru lantaran konversinya dari tahun Jawa ke tahun Masehi juga salah.

Menurutnya jika merujuk pada Serat Sri Radya Laksana dan Serat Babad Giyanti, peristiwa Boyong Kedaton terjadi pada 17 Sura 1670 dalam kalender Jawa. Berikut kutipan serat Babad Giyanti:

Sigra jangkar saking Kartawani,
Ngalih kadhaton mring dhusun Sala,
Kebut sawadya balane,
Busekan saprajagung,
Pinengetan angkate nguni,
Anuju ari buda,
Enjing wancinipun,
Wimbaning lek ping saptawelas,
Sura eje kombuling pudya kapyarsi,
Kang nata ing Sangkala.

Terjemahan:

Segera beranjak dari Kartasura,
pindah kerajaan ke desa Sala,
beserta bala tentaranya,
juga seluruh rakyatnya,
diperingati berpangkatnya itu,
hari Rabo, tanggal 17 Sura tahun Je sengkalan Kombuling Pudya Kapyarseng Nata berbunyi tahun 1670 Jawa. 

Restu menjelaskan jika tanggal 17 Sura tahun 1670 Jawa dikonversi dalam kalender Masehi yang betul adalah  20 Februari 1745. Dia mengatakan konversi ini bisa decek melalui website sastra.org, milik Yayasan Sastra Lestari yang menyediakan konversi kalender Jawa ke Masehi secara daring.

BACA JUGA : Tugu Batas Kraton Jogja dan Surakarta di Klaten Dipercantik

“Ini juga sesuai dengan almanak Keraton yang dihitung secara tradisional. Secara tradisional, Keraton mengonversi data tahun penanggalan Jawa ke penanggalan Masehi itu jatuhnya tanggal 20 Februari. Nah temuan-temuan ini seyogyanya bisa menjadi koreksinjehuntuk kedepannya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jadwal Layanan SIM Keliling Gunungkidul April 2024

Gunungkidul
| Minggu, 28 April 2024, 05:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement