Advertisement
Kopi Arabika hingga Anggrek Langka Kini Berkembang di Lereng Merapi

Advertisement
Harianjogja.com, BOYOLALI—Kawasan lereng Gunung Merapi kini berkembang budidaya kopi dan Anggrek. Selain untuk mendukung ekonomi warga, keberadaan budidaya kopi menjadi penahan dari potensi longsor. Salah satunya di Dusun Gumuk, Desa Mriyan, Tamansari, Kabupaten Boyolali. Kampung ini berada tepat di lereng Merapi.
Menuju Gumuk harus melewati jalan menanjak yang cukup ekstrem, namun di sepanjang jalan itu juga pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang indah. Rumah penduduk yang berjajar rapi, yang sebagian besar halaman di hampir setiap rumah ditanami bunga mawar dengan aneka warna.
Advertisement
Ketua Komunitas Petani Dusun Gumum, Mriyan, Tamansari, Boyolali Joko Susanto menuturkan budidaya kopi tersebut berjalan sejak 2017 silam melalui pendampingan Aqua Klaten. Dari awalnya 10 orang yang berminat menanam, kini tercatat sudah ada 40 petani kopi. Bahkan kampungnya kini dikenal sebagai penghasil kopi arabika Lereng Merapi dari sebelumnya menjadi sentra pertanian tembakau dan mawar.
BACA JUGA : Objek Wisata Lereng Merapi yang Ditutup Bertambah
“Bermula dari satu kelompok tani yang berjumlah 10 orang. Kelompok ini awal mulanya diberikan pembekalan materi memanfaatkan lahan sempit dan cara budidaya kopi. Kelompok tani dan pada tahun 2018 sudah mulai membentuk satu hamparan,” kata Joko dalam rilisnya Rabu (4/10/2023).
Kopi yang dihasilkan para petanu kemudian dijual di kedai yang juga menjadi tempat komunitas berkumpul sepekan sekali. Selain itu warga tak lagi harus membeli kopi karena sudah mampu memproduksi sendiri dengan kualitas rasa yang berbeda. Setiap akhir pekan banyak pesepeda yang mampir di kedai yang diberi nama Gumum Coffe.
“Kebetulan sudah ada pelatihan barista bagi beberapa pemuda desa serta membantu berbagai perlengkapan kedai kopi. Jadi pengunjung bisa menikmati kopi layaknya kedai kopi di perkotaan, karena kedai telah dilengkapi dengan roastery, penggiling biji kopi dan mesin membuat aneka jenis kopi,” katanya.
Tanaman kopi yang dibudidaya penduduk juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa yang berada pada ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut (mdpl). Desa Mriyan dikukuhkan sebagai kecamatan konservasi karena sebagian besar daerah recharge yang mana demografisnya memiliki karakteristik untuk menggerakan aliran air tanah secara vertikal ke daerah yang lebih rendah. Tanaman kopi bisa berfungsi menjaga kontur tanah agar tetap kuat menghindari dari longsor dan supaya lahan yang ada menjadi lebih produktif.
Komunitas petani juga melakukan konservasi dan budidaya tanaman anggrek Merapi. Saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dipelihara dan dikembangkan. Jumlah Anggrek yang dibudidayakan hingga saat ini sudah mencapai 23 varian. Salah satunya adalah varian anggrek langka yaitu Vanda Tricolor.
BACA JUGA : 5 Desa Wisata di Lereng Merapi, Adem, Mainannya Edukatif
Konservasi anggrek dilakukan dengan membuat greenhouse berukuran 4 x 6 meter. Warga merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi. Uniknya, masyarakat dapat membeli anggrek ini namun tidak bisa dibawa pulang, melainkan hanya untuk dirawat di greenhouse dan nantinya akan di lepas liarkan. “Jadi masyarakat secara langsung dapat berkontribusi dalam pelestarian Gunung Merapi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Di Pasar Beringharjo Kini Ada Layanan KB Pemasangan Kontrasepsi Gratis, Cek Jadwalnya
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
Advertisement