Advertisement
Industri Hotel di Jateng Tidak Baik-Baik Saja, Banyak Gedung Dijual via Online

Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Dampak serius dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melakukan efisiensi anggaran melalui pembatasan perjalanan dinas muncul di Jawa Tengah (Jateng). Imbasnya, kini mulai banyak industri hotel di sejumlah kabupaten/kota mengalami krisis hingga akhirnya memilih menjual gedung-gedungnya.
BACA JUGA: 12 Hotel di DIY Kurangi Jam Kerja Karyawan
Advertisement
Berdasarkan penelusuran, ditemukan cukup banyak bangunan hotel di Jawa Tengah yang dijual. Seperti di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar misalnya, ada hotel tiga lantai dengan luas tanah 41.846 m² dijual Rp120 milliar.
Selain itu, hotel yang terletak di Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang juga dijual dengan harga Rp125 milliar. Hotel ini memiliki luasan tanah 23.000 m² dengan berbagai fasilitas seperti ballroom, ruang meeting, kolam renang hingga restoran.
Kemudian hotel di Kecamatan Candisari, Kota Semarang turut dijual dengan harga fantastik, yakni Rp600 trilliun. Hotel bintang dua dengan luasan tanah 4.000 m² ini memiliki 108 unit kamar.
Selain tiga daerah tersebut, gedung-gedung hotel yang dijual juga ditemukan di sejumlah kabupaten/kota dengan harga variatif dan aset-aset yang masih terjaga atau bersih. Di antaranya Kebumen, Purwodadi, Blora, Tegal, Magelang, Kota Salatiga, Klaten, Banyumas, dan Kota Surakarta.
Banyaknya gedung hotel yang dijual di sejumlah daerah di Jawa Tengah tersebut bukan tanpa sebab. Hal ini, bisa terjadi karena adanya tren penurunan terhadap tingkat hunian pada triwulan pertama 2025 imbas dari dampak kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto.
“Mereka memang tidak lapor [menjual hotel], kita juga hanya baca tren saja. Tapi ya memang seperti itu [faktanya banyak yang menjual],” kata Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Jateng, Muhammad Noor Cholis, kepada Espos, Senin (2/6/2025) sore.
Kondisi saat ini, pelaku usaha hotel harus menanggung biaya operasional yang makin mahal, mulai dari tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), gas, dan listrik. Di sisi lain, tingkat hunian hotel malah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir sehingga banyak yang merugi.
“Makanya hotel saat ini seperti bertahan hidup. Harus ikutan efisiensi seperti saat Covid-19, teriak semua pengusaha hotel. Karena segmen government [pemerintah] itu besar, meeting, seminar, lainnya, tidak gampang kita mengganti segmen itu, perlu proses,” keluhnya.
PHRI Jateng berharap, aturan mengenai pembatasan perjalanan dinas ini bisa direvisi oleh Pemerintah Pusat. Pihaknya bersama perwakilan PHRI seluruh provinsi lainnya juga sudah satu suara membawa permasalahan ini ke Nasional.
“Jurus terakhirnya, karyawan yang jadi korban. Dan yang paling kita takuti, langkah terakhir, yaitu bisa ke PHK [Pemutusan Hubungan Kerja] kalau masih seperti ini terus,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

KAI Daop 6 Jogja Mengoperasikan 4 Kereta Api Tambahan Selama Libur Iduladha 2025
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes, Kepala Dinas Karanganyar Kembalikan Rp465 Juta
- PN Sukoharjo Jatuhkan Vonis ke Pemalsu Dokumen Pernikahan 2 Tahun 6 Bulan Penjara
- Pria Bertato Ditemukan Tewas di Kamar Hotel Sragen Seusai Check In dengan Seorang Wanita
- Stasiun Pengisian Kendaraan Lisrtrik Tersedia di Dua Rumah Sakit di Solo, Ini Lokasinya
Advertisement
Advertisement