Advertisement

Kasus Stunting di 41 Desa di Wonogiri Melonjak, Orang Tua Bocah Pakai uang Buat Beli Rokok

Muhammad Diky Praditia
Jum'at, 28 Juni 2024 - 16:47 WIB
Maya Herawati
Kasus Stunting di 41 Desa di Wonogiri Melonjak, Orang Tua Bocah Pakai uang Buat Beli Rokok Ilustrasi anak/anak mengukur tinggi badan. / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, WONOGIRI—Pemkab Wonogiri, Jawa Tengah sulit menangani tingginya kasus stunting di 41 desa di wilayahnya.

Banyak faktor risiko yang menghambat pemerintah daerah dalam penanganan stunting, salah satunya kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kesehatan calon ibu, ibu hamil, dan bayi.

Advertisement

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Wonogiri, pada Mei 2024 prevalensi stunted di Kabupaten Wonogiri sebanyak 11,34% dari 45.160 bayi usia bawah lima tahun.

Ada 41 desa di 14 kecamatan yang memiliki tingkat prevalensi stunted lebih dari 16%. Daerah-daerah itu disebut yang membuat tingkat prevalensi di Kabupaten Wonogiri tidak kunjung signifikan.

Kepala Dinas Kesehatan Wonogiri, Setyarini, mengatakan Pemerintah Kabupaten Wonogiri saat ini fokus pada penanganan stunting di 41 desa tersebut dengan membagi tiga kluster.

BACA JUGA: Heboh Kasus Bakteri Pemakan Daging, Kemenkes: Belum Ada Laporan Masuk

Di desa-desa tersebut, setiap anak yang masuk kategori stunted menerima pendampingan secara langsung dari kader posyandu dan puskesmas setempat.

Pemberian makanan tambahan (PMT) dipantau untuk memastikan gizi bayi terpenuhi. Khusus di desa itu pula, pihaknya menganggarkan susu tinggi protein untuk diberikan kepada bayi potensi tengkes.

“Kami juga berupaya memberikan pemahaman kepada warga dengan bahasa-bahasa yang mudah dipahami, seperti arahan Pak Bupati,” kata Setyarini kepada Solopos.com, jaringan Harianjogja.com, Kamis (27/6/2024).

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Titik Setyaningsih, menyampaikan berdasarkan identifikasi awal, mayoritas kasus stunted di 41 desa tersebut disebabkan  faktor ibu hamil yang kurang energi kronis (KEK).

Hal tersebut terjadi karena mereka kurang pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap kesehatan. Mereka belum paham bahwa kesehatan ibu hamil sangat berdampak terhadap kesehatan anak.

Lebih Suka Beli Rokok

Titik menerangkan faktor sosial-ekonomi memiliki kaitan erat dengan kasus stunting di Wonogiri. Banyak keluarga yang belum sadar pemenuhan gizi bayi balita ini momen yang sangat krusial dalam masa  tumbuh kembang anak.

Menurut dia, sejumlah orang tua dengan bayi stunted itu lebih mementingkan egonya dibandingkan memberikan gizi seimbang kepada anaknya.

Mereka malah lebih suka membeli rokok dibandingkan makanan bergizi untuk anak. Saat menerima bantuan, alih-alih bantuan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi, justru digunakan untuk membeli hal-hal yang sebenarnya kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.

“Begini, kalau ibunya KEK, artinya dia kurang gizi. Kalau ibunya kurang gizi, otomatis bayinya juga begitu. Nanti kuantitas dan kualitas ASI-nya juga rendah. Akibatnya, bayinya kurang gizi,” ujar dia.

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menyebut Pemkab Wonogiri sudah menganggarkan Rp1,3 miliar untuk memberikan susu tinggi protein kepada bayi potensi stunting di 41 desa.

Menurutnya sumber daya manusia (SDM) penanganan stunting di 41 desa itu sudah dipersiapkan mulai dari kader posyandu, tenaga kesehatan puskesmas, hingga para ahli gizi.

Pria yang akrab disapa Jekek itu mengakui problem sosial-ekonomi menjadi penghambat penanganan stunting di Kabupaten Wonogiri. Keluarga yang sedianya menerima bantuan untuk memenuhi gizi, malah dibelanjakan untuk hal lain.

Menurut dia, semestinya untuk bantuan pangan nontunai, bentuk bantuannya benar-benar berupa pangan, bukan malah uang tunai seperti sekarang ini.

Kalau perlu, kata Jekek, metode pengambilan bantuan itu harus menggunakan kupon atau voucher per item bantuan. Misalnya untuk item beras, maka ad kurun khusus beras. Dengan begitu, bantaun tersebut termonitor pengggunaanya.

“Problemnya kan bantuannya itu BLT, bantuan langsung telas (habis), karena malah digunakan untuk beli rokok,  dan hal lain yang tidak berguna. Saya sudah meminta para tenaga medis itu untuk menjelaskan dengan bahasa yang sederhana kepada masyarakat agar mereka benar-benar paham. Tidak perlu bahas yang berat-berat,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

BPS Menyebut Makanan Sumbang Inflasi 2,53% di Jogja

Jogja
| Selasa, 02 Juli 2024, 08:37 WIB

Advertisement

alt

Harga Tiket Masuk Museum Benteng Vredeburg dan Jam Buka

Wisata
| Sabtu, 29 Juni 2024, 16:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement