Advertisement

Petani Tembakau Boyolali Keluhkan Harga Jual Turun

Nimatul Faizah
Kamis, 14 Agustus 2025 - 09:17 WIB
Ujang Hasanudin
Petani Tembakau Boyolali Keluhkan Harga Jual Turun etani tembakau, Purwono, mengecek tanamannya di Senden, Selo, Boyolali, Rabu (13/8 - 2025).

Advertisement

Harianjogja.com, BOYOLALI - Petani di wilayah Selo, Boyolali mengeluhkan harga jual tembakau yang menurun pada musim panen 2025 ini. Hal tersebut diduga imbas pabrik rokok yang semakin sedikit menyerap tembakau.

Salah satu petani tembakau asal Desa Senden, Agus Zifon, mengatakan harga tembakau krosok atau daun kering hanya sekitar Rp20.000-Rp23.000 per kilogram. “Kalau dibanding tahun kemarin turun, tahun dulu bisa Rp35.000 per kilogram. Penyebab pastinya kurang tahu, tapi kemungkinan karena gudang sudah tidak menyerap,” kata dia saat ditemui espos.id di Senden, Rabu (13/8/2025).

Advertisement

Dari dua gudang pabrik yang biasanya membeli, Agus mengatakan hanya satu yang akan membeli. Sehingga, persaingan dari pembeli kurang dan menyebabkan harga turun. Ia mengatakan harga untuk tembakau rajangan belum keluar akan tetapi ia diberi ancang-ancang sekitar Rp60.000 per kilogram. Menurutnya, harga tersebut jauh turun karena sempat mencapai Rp75.000 per kilogram.

“Selain karena serapan gudang pabrik, bisa jadi harga menurun karena cuaca yang tidak bagus. Sehingga, kualitas dari tembakau kurang bagus,” kata dia.

Ia mengaku menanam sekitar 2.000 pohon tembakau dan diperkirakan panen sejumlah 1,5 ton. Dengan harga yang turun, ia mengeluhkan hasil panen yang akan mepet karena biaya produksinya terlalu tinggi dibanding harga tembakau yang dijualnya.

Petani tembakau asal Senden lain, Purwono, mengatakan harga tembakau di tempatnya juga turun. “Ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang menyudutkan IHT atau industri hasil tembakau. Jadi bukan hanya daunnya, tapi semua yang ada ikatannya dengan tembakau sangat dibatasi oleh pemerintah,” kata dia.

BACA JUGA: Pengumuman, Kegiatan CFD di Jalan Pemuda Klaten Diliburkan 2 Minggu

Ia menilai dengan ruang gerak pelaku IHT yang terbatas seperti cukai yang naik hingga iklan yang dibatasi membuat pabrik atau pengusaha rokok tertekan. Hal tersebut tentu akan berdampak ke bahan baku. “Kalau mau mengurangi tenaga kerja enggak mungkin. Mau menaikkan harga rokok enggak mungkin. Yang bisa ditekan hanya harga tembakau, akhirnya harganya turun,” kata dia.

Ia sendiri mengaku pasrah dengan keadaan. Menurutnya, pada akhirnya petani yang menjadi korban. “Mau enggak mau petani, yang orang bawah, tertindas. Kami pasrah. Hanya pemerintah yang bisa mengatasi permasalahan ini,” kata dia.

Ia mengatakan salah satu solusinya adalah subsidi di tingkat produksi seperti pupuk dan alat pertanian. Sehingga, bisa mengurangi biaya produksi petani tembakau. Ketika harga turun pun, petani tembakau bisa tetap untung banyak. “Ya untungnya mepet, kalau dibilang merugi nanti dikira tidak bersyukur,” kata dia.

Sementara itu, salah satu pengepul tembakau, Warsiti, mengatakan harga tembakau krosok yang pernah ia beli maksimal di harga Rp24.000 per kilogram. Angka tersebut turun dibandingkan pada 2025 yang mencapai Rp40.000-Rp50.000 untuk kualitas yang baik.

“Ini jadi separuh harga dibanding tahun kemarin. Dampaknya dari apa kurang paham, setahu saya gudang pabrik itu buka hanya karena ada masalah internal entah apa, pajak atau apa gitu, jadi belum bisa menyerap banyak lalu membuat harga turun,” kata dia.

Untuk tembakau rajangan biasanya disetor ke mitra atau individu, harga yang setor perdana Rp56.000 per kilogram, sedangkan harga tertinggi pada Rp80.000 per kilogram. “Juga karena cuaca, kalau cuacanya panas nanti harganya bagus juga,” kata dia.

Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Boyolali, Muhammad Busroni, menyampaikan harga tembakau krosok di lapangan dijual mulai Rp15.000-Rp22.000 per kilogram. “Harga tersebut lebih dengan dibandingkan tahun lalu yang bisa mencapai Rp30.000 per kilogram. Namun, secara ekonomis masih cukup menguntungkan,” kata dia.

Ia membenarkan salah satu faktor penurunan harga tembakau tersebut karena salah satu pabrik yang biasanya menyerap tembakau petani asal Boyolali berhenti menyerap. Saat ini Selo memiliki luasan lahan yang ditanami tembakau 1.595 hektare. Jumlah tersebut sama dengan tahun sebelumnya.

Busroni mengatakan perwakilan kelompok petani tembakau sempat mengungkapkan kekhawatiran terkait penyerapan tembakau. “Kekhawatiran mereka di saat tembakau dalam kondisi baik, jumlah petani tembakau juga semakin banyak, di lapangan tembakau dihargai cukup rendah. Mereka juga meminta solusi semisal dibangun pabrik tembakau di Boyolali,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : espos.id

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao, Ini Tanggapan UGM

Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao, Ini Tanggapan UGM

Sleman
| Kamis, 14 Agustus 2025, 13:47 WIB

Advertisement

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Wisata
| Minggu, 10 Agustus 2025, 15:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement